Kamis, 02 Oktober 2014

cerita lucu orang buta

:: JADILAH PELITA ::

Pada suatu malam, seorang buta
berpamitan pulang dari rumah
sahabatnya. Sang sahabat membekalinya
dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: “Buat
apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat
saya! Saya bisa pulang kok.” Dengan
lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar
orang lain bisa melihat kamu, biar mereka
tidak menabrakmu.” Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita
tersebut. Tak berapa lama, dalam
perjalanan, seorang pejalan menabrak si
buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei,
kamu kan punya mata! Beri jalan buat
orang buta dong!” Tanpa berbalas sapa,
mereka pun saling berlalu. Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya
menabrak si buta. Kali ini si buta
bertambah marah, “Apa kamu buta?
Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini
supaya kamu bisa lihat!” Pejalan itu
menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!” Si
buta tertegun.. Menyadari situasi itu,
penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf,
sayalah yang ‘buta’, saya tidak
melihat bahwa Anda adalah orang buta.”
Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa- apa, maafkan saya juga atas kata-kata
kasar saya.” Dengan tulus, si penabrak membantu
menyalakan kembali pelita yang dibawa si
buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan
masing-masing. Dalam perjalanan
selanjutnya, ada lagi pejalan yang
menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan
santun, “Maaf, apakah pelita saya
padam?” Penabraknya menjawab, “Lho,
saya justru mau menanyakan hal yang
sama.” Senyap sejenak. secara berbarengan
mereka bertanya, “Apakah Anda orang
buta?”
Secara serempak pun mereka menjawab,
“Iya.,” sembari meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang
berjatuhan sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat.
Dalam keremangan malam, nyaris saja ia
menubruk kedua orang yang sedang
mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka
adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini,
“Rasanya saya perlu membawa pelita
juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan
lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat
jalan mereka.” Pelita melambangkan terang
kebijaksanaan. Membawa pelita berarti
menjalankan kebijaksanaan dalam hidup.
Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan,
melindungi kita dan pihak lain dari
berbagai aral rintangan (tabrakan!). Si buta pertama mewakili mereka yang
terselubungi kegelapan batin,
keangkuhan, kebebalan, ego, dan
kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang
lain, tidak sadar bahwa lebih banyak
jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia
belajar menjadi bijak melalui peristiwa
demi peristiwa yang dialaminya. Ia
menjadi lebih rendah hati karena
menyadari kebutaannya dan dengan
adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf. Penabrak pertama mewakili orang-orang
pada umumnya, yang kurang kesadaran,
yang kurang peduli. Kadang, mereka
memilih untuk “membuta” walaupun
mereka bisa melihat. Penabrak kedua
mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang
sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita,
sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik
kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta,
sudah selayaknya kita saling memaklumi
dan saling membantu. Orang buta kedua
mewakili mereka yang sama-sama gelap
batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak
bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit
menuntun orang buta lainnya. Itulah
pentingnya untuk terus belajar agar kita
menjadi makin melek, semakin bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan
pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan. Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita
masing-masing? Jika sudah, apakah
nyalanya masih terang, atau bahkan
nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri
kita sendiri dan sekitar kita. Sebuah
pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah
pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan
meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak
kan pernah habis terbagi. Bila mata tanpa
penghalang, hasilnya adalah penglihatan.
Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa
penghalang membuahkan penciuman.
Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya
adalah kebijaksanaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar